Sabtu, 28 Mei 2011

Belajar sambil bermain di BPPUTK

Dalam penyusunan

Wisata Alam Sangkima

Dalam penyusunan

PESAT

Dalam penyusunan

Teluk Lombok yang elok...


Pantai Teluk Lombok merupakan salah satu lokasi wisata umum yang terletak kurang lebih 22 km dari kota Sangatta. Secara administratif, pantai Teluk Lombok masuk ke dalam wiayah Desa Sangkima. Secara kawasan, Pantai Teluk Lombok ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Kutai.

Pantai Teluk Lombok saat ini telah berkembang menjadi kawasan wisata terbuka (mass tourisme) yang berbasis wisata pantai. Pantai yang terbentang sepanjang kurang lebih 4 km, dengan topografi yang landai dan berpasir putih ini seudah sejak lama menjadi daerah tujuan wisata, terutama pada hari-hari libur dan akhir pekan. Di bagian utara pantai ini terdapat areal hutan mangrove yang relatif baik dan terjaga. Pada sebagian dari kawasan mangrove ini sudah tersedia bardwalk sepanjang 300 meter yang memungkinkan para pengunjung untuk lebih dalam masuk ke areal mangrove.

  
 Pasir putih yang terhampar di pantainya, dihiasi dengan cemara laut tepiannya.

 
 Lengkap dengan vegetasi khas pantan, pohon Ketapang (Terminalia cattapa)

 
 Warung makan di tepi pantai, sambil menikmati indahnya keindahan pantai sembari emnikmati es kelapa muda... nikmatnya....

 Perahu nelayan yang juga dapat digunakan sebagai salah satu aktivitas wisata di Teluk Lombok


 Tempat duduk-duduk di pinggir pantai



 
Dapat melihat aktifiatas masayrakat pesisir secara langsung




Aktivitas Snorkeling juga menjadi salah satu pilihan di Teluk Lombok


Indahnya sunrise

Keanekaragaman hayati burung pantai, wah butuh indentifikasi lebih lanjut nih tetang yang satu ini...



Taken photo by Rifky and Annisa Yuniar

Selasa, 24 Mei 2011

Kabo Jaya, Gerbang Menuju Prevab

Pernahkah anda mendengar tentang Prevab? atau jika belum, pernahkah anda mendengar tentang orang utan? pasti pernah. Di prevab adalah lokasi untuk meneliti orang utan. Cara menuju kesana bisa melalui Dusun Kabo Jaya yang persis berada bersebrangan dengan Prevab. Cukup dengan menggunakan ketinting. (perahu  kayu yang berisi 5-8 orang dengan motor penggerak) Tapi jangan salah, tidak semua orang bisa berkunjung ke Prevab. Mengapa? karena disana merupakan zona rimba dari Taman Nasional Kutai yang dialokasi kan untuk penelitian dan khusus para peneliti yang boleh dan bisa kesana. Kami akan menceritakan di sini apa yang bisa di temui di Prevab.

 Perjalanan menuju Prevab, menuju dermaga sederhana. Ketinting adalah pilihan transportasi untuk mencapai kesana. Sekitar 20-25 menit perjalanan hingga sampai tujuan.

 Ini adalah Ketinting yang biasa di pergunakan untuk menjemput dan mengantar para peneliti. Kebetulan kali ini para pengurus ECOKABOJAYA berkesempatan berkunjung untuk bertemu dengan Kepala Resot Sangatta Bapak Arif.

 Suasana di sekitar Sungai Sangatta, dalam perjalanan menuju Prevab.

 Pemandangan ketika kita melihat sisi hutan rimba dan ketinting di sampingnya.

 Sungai Sangatta termasuk sungai yang lebar, dalam dan berkelok kelok.

 Ini adalah dermaga sederhana yang ada di Prevab.

 Sudah terlihat Prevab adalah bagian dari Taman Nasional Kutai. Jadi sudah jelas, bahwa wilayah ini memang terbatas.

 
Jalan kayu menuju Camp. Jika pasang, sungai bisa tinggi mencapai batas bawah jalan jayu ini.

 
 Ini adalah Camp yang dipergunakan oleh Mr. Suzuki, peneliti Orang utan dari Jepang. 

 Camp Kakap

 Suasana diskusi para pengurus ECOKABOJAYA dan Pihak Taman Nasional. 

Track di sekitar Prevab yang dijadikan sebagai jalur interpretasi bagi pengungjung yang singgah.

  
Pak Supiani menjelaskan tentang rute rute yang ada. Termasuk bekas kawasan hutan yang terbakar karena panas kemarau. 

 Coba tebak, berapa usia pohon ini? Sudah ratusan tahun.

 Jalan setapak menuju mess tamu. Tapi sayang, kondisinya masih belum baik untuk di tempati.

 Pohon besar yang kami temui di dalam hutan.

 Rute yang ada dalam kawasan hutan.

 Jembatan kayu, menyebrangi rawa kecil (jika air tidak pasang).

 Luasnya batang pohon menandakan jumlah usianya yang ratusan tahun.

 Tinggi. Hanya itu yang ada dalam pikiran kami, yang jelas, pohon tersebut memang tinggi dan menjulang jauh ke atas. Dulu, hutan di Kalimantan semuanya sepeti ini pohonnya, bagaimana dengan sekarang? masihkah?

 Hewan ini sama seperti keluwing (mirip), mereka menggulung jika tersentuh oleh benda asing. Lucu sekali, hampir mirip dengan kelereng atau biji karet.

 Buah cangkuang, ini sudah di makan oleh sang orang utan.

 Serangga ini memiliki hidung seperti badut.
Jangan di kira-kira, memang jumlah nya banyaaakkk sekali. Mereka menempel di batang-batang pohon di dalam hutan.

 Jamur di "lantai" hutan, bentuknya lucu, sekilas seperti karet, tapi ternyata jika dipegang lunak.

 Pohon yang sudah mati, dia sudah mulai berlumut, artinya Prevab merupakan hutan tpopis dataran rendah yang masih memiliki kualitas bagus. Lumut ini merupakan indikator lingkungan yang menandakan udara dan air di sekitar hutan ini belum tercemar.

 Tingginya camp Kakap ini sampai 3x tingginya manusia, wow... tinggi sekali yah, konon katanya, dahulu saat sungai Sangatta itu meluap, bisa sampai 2 meter tingginya, jadi bangunan-bangunan di Prevab semua berbentuk panggung.

 Pengurus ECOKABOJAYA, bersama Kepala Desa Swargabara, dan PILI.

Picture Taken by Dianing Kusumo dan Annisa Yuniar
By Author

Senin, 23 Mei 2011

ECO Kabo Jaya, The Best Way To Escape From Routine

By Dianing Kusumo, PILI Volunteer 

Tour, backpacker, travelling, or whatever you name it as travelling from one place to another. One of tourism that can be chooses to improve our knowledge, its ecotourism. There is a lot of choice out there, both inside or outside country. Both near with sea or near with mountain or river? Just like in Sangatta, in East Kutai, Kabo Jaya village. This village directly stands side by side with prevab, the jungle zone in Kutai National Park to research about orang utan. 

Kabo Jaya, now are in process to create ecotourism village, or later known as Eco Kabo Jaya. PILI work together with Kutai National Park, Mitra Kutai work together to help Kabo Jaya people to improve their potential on ecotourism. In this village contain a lot of story, first, this village stand as different culture. From NTT, Bugis, Java, Tana Toraja, etc. it’s not very huge but it’s containing with many social, traditional, ecology value inside. 

In Java village, we can see agro industry there, we can learn how to plant, to choose a good seed, counting the peak season, harvesting, etc. Also there is fish pool that manages by community, we can learn how to feed the fish, to choose the best fish as new seed, and anything about fishery here. In Bugis village, we can pick Salak fruit, orange fruit and also we can learn about the cultivation itself. Also there tofu fabric, we can see that soybean can turn in to tofu, milk, tempe, etc. This is a simple way to learn and get the value of traveling. And don’t be too afraid, this village has maintain their heritage, just like in kampong Timor, they have recently perform Gawi traditional dancing, that perform in weddings gala. It is a nice runaway from our hectic activity, just lay in home stay, get the value of this ecotourism, and come home again with improve knowledge. To get more info about Eco Kabo Jaya tourism, please contact: annisa_yuniar@yahoo.com

Source : (INCL) Indonesian Nature Conservation newsLetter 14-21a

Jumat, 06 Mei 2011

Wisata Budaya

Dusun Kabojaya mempunyai lima etnis yaitu Jawa, Timor, Bugis, Banjar dan Tana Toraja sehingga tak heran jika wisatawan dapat melihat dan merasakan beraneka macam budaya di tempat itu. Rumah panggung khas Bugis, kue Tori dan Baju Bodo dengan sarung Songket yang etnik dari Timor, tarian Derok dari Tana Toraja
dengan keramahan masing-masing etnis.

Suguhan budaya yang ditawarkan Ecokabojaya antara lain, membatik khas Kalimantan Timur di Kampung
Banjar, batik Kalimatan Timur memiliki variasi motif yang mengadopsi dari suku Dayak dengan warna cerah.
Kampung Tana Toraja dengan kesenian memahat atau mengukir, salah satu hasil budaya yang terkenal dari Toraja adalah ukiran kayu. Peninggalan budaya yang sangat tua hasilnya (proses memahat) menjadi andalan
wisata belanja Khas Tana Toraja.

Selain itu, wisatawan dapat menari Gawi di kampung Timor, tarian ini diiringi oleh lagu adat Timor yang
melibatkan penari lelaki dan perempuan. Penari membentuk lingkaran dan bersama-sama menari dengan menggerakkan kaki ke kanan, kiri, depan dan belakang sambil berpegangan tangan.

Rabu, 04 Mei 2011

Handy-craft ala Ecokabojaya

Selain memanjakan wisatawan dengan wisata dan kuliner, Ecokabojaya juga memberikan kemudahan untuk belanja souvenir khas, seperti gantungan kunci manik pasir warna-warni khas Dayak, aneka boneka plastik, kerajinan dari kertas koran bekas dan tanaman bunga atau bibit buah dari Ecokabojaya. Yang menarik disini adalah semua souvenir yang ada merupakan hasil karya dari masyarakat. Harganya pun cukup murah dan terjangkau.

Gantungan Kunci Pahat Khas Toraja

 Kreasi Aneka Kertas Koran

 Kerajinan manik-manik dan berbagai macam kreasi
dari bahan batik Kaltim

Minggu, 01 Mei 2011

Kehangatan Kampung Timor

Dusun Kabo Jaya, bisa dikatakan sebagai Indonesia mini. Ada banyak pendatang yang akhirnya membentuk kampung-kampung kecil yang membuat kita seolah-olah seperti ada di pulau lain.

Seperti Kampung Timor, yang mayoritas kebanyakan pendatang dari NTT. Meskipun Mayoritas dari NTT tapi di dalam sini, kita bisa bertemu dengan beberapa penduduk yang datang dari Tana Toraja, Makasar dan Kupang. Menarik bukan?


Gambar diatas ini sebagai salah satu alasan yang menggambarkan mengapa kampung ini disebut Kampung Timor

 Gadis kecil ini juga dari Timor lho...Dengan kulitnya yang lebih coklat dan rambutnya yang kriwil-kriwil kecil. Tidak perlu terbang ke NTT atau Kupang, di sini, kita juga bisa merasakan suasana yang hampir mirip dengan NTT..

 Dengan garis wajah asli Timor

 Kehangatan dari Kampung Timor di kalangan anak-anak yang bermain di sore hari, tak hanya anak-anak dari Timor, tapi juga ada yang Toraja, Banjar dan Jawa.

 
 Begitu juga kaum ibu-ibu dan muda-mudi di Kampung Timor, banyak aktifitas yang mereka lakukan dengan toleransi yang tinggi antar penduduk, tidak boleh berbicara SARA disini, semua adalah warga Kabojaya

Oma ini dengan baju adat nya yang dia kenakan setiap hari, meskipun sudah lama ia tinggal di Kalimantan, ia tetap setia dengan baju khas Timor, Baju Bodo dengan sarung songket yang etnik.

Photo taken by Dianing Kusumo and Annisa Yuniar

By Author